Pohon ilmu Syar’i yang penuh keberkahan, tak akan tumbuh dan berbuah kecuali disirami dengan air pengorbanan jiwa dan semua yang berharga demi ilmu. Sesungguhnya harga kemuliaan itu sangat mahal. Sungguh benar pesan yang pernah disampaikan oleh Imam Ibnul Jauzi rahimahullah,
“Aku merenung dan heran, setiap sesuatu yang berharga jalannya pasti panjang dan berbahaya, sangat melelahkan untuk mencapainya. Sesungguhnya ilmu merupakan sesuatu yang paling mula tidak akan bisa diraih kecuali dengan kelelahan, tidak tidur (untuk belajar), mengulang-ulangi, meninggalkan kelezatan dan santai.” (Shoidul Khotir, Ibnul Jauzi)
Dengarkan juga perkataan Ibnul Qoyyim yang menguatkan kebenaran tersebut, “Kebahagiaan ilmu dan kenikmatannya tidak akan anda dapatkan kecuali dengan mengorbankan apa yang dimiliki, jujur dalam belajar dan niat yang benar.”
Alangkah indahnya nasehat yang disampaikan oleh seorang pujangga tentang hal ini,
Katakan kepada orang yang mengharapkan cita-cita tinggi,
Tanpa kesungguhan, sungguh anda sedang menginginkan sesuatu yang mustahil
Lalu penyair lain berkata,
Seandainya tidak ada kesulitan semua orang akan berhasil
Sayang mereka mengira, dermawan akan memiskinkan dan berani berarti mati. (Miftah Dar As-Sa’adah, Ibnul Qoyyim 1/108).
Kemuliaan bergantung pada sesuatu yang menyusahkan. Kebahagiaan tak akan bisa ditemui tanpa melewati jalan kesulitan. Jaraknya ditempuh dengan perahu semangat dan kesungguhan. Wahai orang yang ingin menemui kekasihnya, tanpa kesulitan selamanya engkau akan berada di jalan.
Keteladanan Para Ulama dalam Berkorban Untuk Ilmu
Para ulama Salaf yang mulia telah mengukir tauladan yang indah mengenai masalah ini. Berikut ini sejumlah kisah pengorbanan mereka:
Sufyan As-Tsauri
Sulaiman bin Al Mugrah berkata, “Sufyan Ats Tsauri mendatangiku di Bashrah (ketika itu beliau diusir oleh penguasa lalu berhijrah ke Bashrah) la mengutus seseorang kepadaku dan berkata, “Kami mendapatkan kabar bahwa Anda mengajarkan hadis Nabi dan kami dalam keadaan seperti yang Anda ketahui, tidak bisa datang karena khawatir dilihat oleh tentara-tentara pemerintah dan menangkap kami. Oleh karenanya kami memohon semoga Anda berkenan mendatangi kami bila tidak merepotkan.Agar kami bisa mendengar hadis dari Anda.”
Sulaiman berkata, “Akupun mendatanginya, lalu dia belajar hadis dariku.”
Abdullah bin Farrukh Al-Qairuwani
Abdullah bin Farrukh Al-Qairuwani menemui Imam Abu Hanifah An-Nu’man untuk belajar kepada beliau. Ketika Abdullah duduk di rumah Abu Hanifah, tiba-tiba batu bata jatuh dari atas rumah Abu Hanifah tepat mengenai kepala Abdullah hingga terluka dan darahnya mengucur.
Abu Hanifah berkata kepadaku, “Apakah anda memilih harga denda atau tiga ratus hadis?”
Saya berkata, “Saya memilih tiga ratus hadis.”
Kemudian beliau mengajarinya hadis tersebut.
Az-Zamakhsari
Ibnu Khalqan ketika menulis biografi tokoh tafsır Mahmud bin Umar Az-Zamakhsari Al-Khawarizmi berkata, “Salah ‘satu kakı Zamakhsari terputus. Beliau berjalan dengan kaki palsu yang terbuat dan kayu. Penyebabnya, ketika dalam sebuah perjalanan menuntut ilmu, di daerah Khawarizmi, beliau tertimpa salju yang besar dan dinginnya menyengat Kaki behau tergelincir karena kedinginan. Zamakhsari memiliki ijasah bahwa kakinya jatuh karena sebab ini. Agar ndak disangka orang bahwa kakinya putus karena kejahatan yang dilakukannya. Memang salju dan hawa dingin sering membuat orang terjatuh dan tidak bisa dihindan oleh orang-orang yang tidak mengetahuinya.” (Wafaayah Al-A’yan, Ibnu Halkan 2/82)
Umar bin Abdul Karim Ar-Rawasy
Khuzaimah bin Ali berkata, “Jemari Umar bin Abdul Karim Ar-Rawasy berjatuhan dalam perjalanannya menuntut ilmu karena sangat kedinginan.” (Tadzkirotul Huffadz, Az-Dzahabi 4/1237)
Hisyam bin Ammar
Hisyam bin Ammar berkata, “Ayahku menjual rumah seharga 20 dinar, untuk perjalanan ibadah hajiku. Setelah sampai di Madinah, saya mendatangi majlis Imam Malik bin Anas. Saya memiliki beberapa permasalahan yang ingin saya tanyakan kepadanya. Saya mendatangi beliau yang sedang duduk di sebuah majelis layaknya raja (karena penghormatan orang kepadanya). Orang-orang bertanya dan beliau menjawabnya.
Saya masuk menemui Imam Malik, dan tiba giliranku untuk berbicara, saya berkata kepada beliau, “Mohon berkenan Syaikh membacakan hadis kepadaku.”
Beliau berkata, “Tidak, anda yang membaca.”
Saya berkata, “Tidak ya Syaikh, mohon Anda yang membacakan hadis kepadaku.” Jawabku.
Beliau berkata, “Tidak, anda yang membaca.”
Ketika saya menolaknya dan membantahnya, beliau marah kepada saya dan berkata, “Wahai pemuda, ke marilah, bawa orang ini (maksudnya, saya) dan pukullah lima belas kali cemeti. Orang tersebut membawa saya dan memukuli saya lima belas kah. Kemudian mengembalikan saya ke Imam Malik dan berkata, “Saya telah memukulnya.”
Saat itu saya berkata, “Anda telah menzhalimiku. Orang tua saya menjual rumahnya dan mengirimku untuk belajar kepadamu. Saya bangga bisa belajar dan anda. Anda telah memukul saya lima belas kali cambukan tanpa kesalahan yang saya lakukan. Saya tidak menghalalkan anda.”
“Apa tebusan dan kezaliman ini?” Tanya Imam Malik.
Saya berkata, “Tebusannya engkau harus mengajarkan saya lima belas hadis.”
Hisyam berkata, “Imam Malik lalu membacakan kepada saya lima belas hadis.”
Setelah selesai, saya berkata kepadanya, “Wahai Imam, pukullah saya lagi dan tambahlah hadis kepadaku.”
Imam Malik tersenyum dan berkata, “Pergilah dan pulanglah.” (Ma’rifatul Qurro’, Az-Dzahabi 1/196)
Abu Ayyub Sulaiman Asy-Syadzkuni
Al-Hafizh As-Sakhawi berkata, “Abu Ayyub Sulaiman Asy-Syadzkuni salah seorang penghafal hadis terkenal terlihat dalam mimpi setelah beliau meninggal dunia. Beliau ditanya, “Apa yang Allah berikan kepadamu?”
“Allah mengampuniku.” Jawab beliau
Beliau ditanya, “Apa sebabnya?”
Beliau menjawab, “Saya pernah berjalan melewati sebuah jalan di Ashbahan sambil membawa kitab-kitab. Hujan turun dan tidak ada atap atau sesuatu yang memayungi saya dan kitab saya. Saya takut kitab saya rusak karena hujan. Saya memeluk kitab saya untuk melindunginya dengan tubuh saya agar tidak terkena air hingga pagi dan hujan reda. Dengan demikian, Allah mengampuni kesalahan saya di dunia dan Akhirat.” (Fathul Mughitsah bi Syarhi Al-fiyah Al-hadis, As-Sakhowi)
Ibnul Muqri’
Ibnul Muqri’ berkata, “Saya berjalan kaki untuk mengkaji nuskhah “Al-Mufadial bin Fudlalah” sebanyak 70 kali (Naskhah adalah kumpulan hadis yang diriwayatkan oleh seorang Syaikh). Seandainya maskhah itu ditawarkan kepada tukang roti untuk ditukar dengan sepotong roti, niscaya ia tidak akan menerimanya. Saya masuk Baitul Maqdis sepuluh kali (berjalan kaki ke sana sepuluh kali untuk menuntut ilmu).” (Tadzkirotul Huffadz, Az-Dzahabi 3/973)
Saudaraku para pembaca yang tercinta dan mulia, inilah cerita orang-orang shalih, pengorbanan mereka dan hasilnya.
Adakah seorang yang ingin mengikuti jalan mereka?
Adakah orang yang ingin mengambil teladan dannya agar bahagia dunia dan Akhirat?
----------------------------------------------------------------
Referensi:
Shalih, Abul Qa’qa’ Muhammad Alu Abdillah (1429H/2008). Kaifa tatahammas fi Tholabil Ilmi As-Syar’i. Judul Terjemah: 102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Membara. Nurul Mukhlisin. Pustaka eLBA, Surabaya, Indonesia.
Editor bahasa: Ahmad Anshori
Artikel : RemajaIslam.com
0 Komentar