Salah satu tren yang sedang berkembang ditengah anak muda adalah vaping. Pengguna vape usia remaja 10-18 tahun meningkat 10 kali lipat pada tahun 2018 dibandingkan 2011. Vape adalah nama lain dari e-cigaratte. Sesuai namanya, vape adalah rokok elektrik yang tidak lagi menggunakan tembakau. Nama lainnya e-cig, e-juice, e-liquid, dan smartsmoke. Vape juga dihisap namun bukan asap sisa pembakaran melainkan uap air dari vape itu sendiri. Karena tidak mengandung tembakau sebagian orang merasa vape tidak sama dengan rokok. Benarkah demikian? Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai vape.
1. Merokok/smoking adalah penyebab berbagai penyakit
Data dari Banks E et al. (2019) mengenai risiko penyakit jantung pada perokok pada populasi penduduk Australia menunjukkan paling tidak ada 36 penyakit jantung dan pembuluh darah yang disebabkan oleh rokok. Aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah arteri 6,6 kali lebih tinggi terjadi pada perokok, aneurisma aorta dan diseksi meningkat 6 kali tinggi, dan emboli 4,1 kali lebih sering. Rokok juga menjadi penyebab kanker dan impotensi.
Kandungan dari vape jika tidak berbeda dengan rokok, maka juga akan memiliki potensi risiko yang sama. Walaupun data rigid efek dari penggunaan vape belum ada.
2. Vape awalnya adalah alternatif rokok tembakau
Joseph Robinson tahun 1927 menginisiasi perjalanan vape. Beliau merupakan orang pertama yang mengkonsep rokok tanpa tembakau yang disebut mechanical butane ignition vaporizer. Herbert A. Gilbert tahun 1960an merancang e-cigaratte berdasarkan konsep J. Robinson, dan mempatenkannya pada tahun 1965. Namun produknya tersebut belum dipasarkan secara luas pada saat itu. Pada tahun 2007, vape pertama kali dikomersialkan di Amerika Serikat dengan nama cig-a-likes.
Perlu diketahui vape dengan merek dagang vapor, yang terkenal di Amerika Serikat, pada awalnya diproduksi untuk perokok tembakau, bukan pada non-perokok alias belum pernah merokok sama sekali. Tujuannya adalah bagi mereka yang merokok dapat mengatur kadar nikotin pada vape sehingga dapat berhenti merokok di kemudian hari. Vape menjadi alternatif bagi yang hendak menghentikan kebiasaan merokok. Karena cairan yang terkandung dalam kontainer vape dapat diatur, khususnya kadar nikotin di dalamnya.
Namun sayangnya, saat ini tujuan produksi vape tidak sama lagi dengan saat awal. Kini, vape bahkan dijual bebas kepada anak muda yang sebelumnya tidak pernah merokok.
3. Ledakan new-user non-smoking vape
Efek dari pengenalan dan pemasaran vape adalah meningkatkan pengguna vape. Amerika Serikat mencatat 10,8 juta orang dewasa yang menggunakan vape dan 51% berusia <35 tahun. Usia paling tinggi pengguna vape adalah antara 18-24 tahun. Terjadi peningkatan 11% pengguna baru vape di Amerika Serikat dari tahun 2017 ke 2018.
Data di Indonesia sendiri, pengguna vape meningkat 10 kali lipat berdasarkan Global Adult Tobacco Survery (GATS), dan para pakar telah mengingatkan bahayanya. Jumlah ini bukan angka yang kecil. Dan penggunanya mayoritas adalah remaja.
4. Vape berbahaya untuk kesehatan
Hasil pembakaran cairan dalam tabung vape antara lain nikotin, propylen glycol, acrolein, acetaldehyde, formaldehyde, dan partikel logam. Nikotin terbukti sebagai penyebab kanker paru dan saluran cerna, menyebabkan ketagihan, meningkatkan tekanan darah dan detak jantung, menurunkan kapasitas otak pada remaja.
Acetaldehyde merupakan zat karsinogenik dan penyebab kerusakan liver. Formaldehyde begitu pula, selain karsinogenik juga dapat menyebabkan pneumonia, bronkitis, dan risiko asma. Sedangkan acrolein menyebabkan kelemahan anggota gerak dan nyeri kepala, dan iritasi mata.
Sebagian mengatakan kandungan vape tidak sama dengan rokok. Namun jika diperhatikan lebih lanjut, justru vape lebih berbahaya dibandingkan rokok karena tidak ada yang dapat menjamin kandungan cairan vape tersebut. Tidak ada standarisasi dalam pencampurannya.
5. Vaping Lung Disease yang Mengerikan
Pada akhir tahun 2019, Amerika Serikat dihebohkan dengan kasus pasien sesak nafas berat tanpa sebab yang jelas. Puncaknya pada bulan sepetember 2019, didapatkan lebih dari 200 kasus. Setelah diteliti ditemukan penyakit paru akibat vape yang disebut dengan Vaping Lung Disease (VLD) yang beresiko kematian. Pasien akan merasakan sesak nafas hebat tanpa ada tanda infeksi. Hasil pencitraan paru dengan CT scan menunjukkan kerusakan parenkim paru. Ditemukan pada populasi tersebut sesak nafas dan kerusakan paru berhubungan dengan penggunaan vape.
Walaupun data jangka panjang luaran pengguna vape belum terlalu banyak, namun data awal telah menunjukkan bahaya vape ini tidak kalah dibandingkan rokok konvensional. Kandungan zat kimia berbahaya tidak berbeda dengan rokok. Oleh karena itu, vape itu berbahaya, dan tidak lebih baik dibandingkan rokok konvensional.
Demikian. Semoga bermanfaat.
Penulis : dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP
Artikel : kesehatanmuslim.com
0 Komentar