Keluar Darah Haid Melebihi Hari Biasanya?

Setiap wanita memiliki siklus haid yang rutin. Namun adakalanya ia mengalami haid keluar di luar siklus biasanya. Lalu munculah pertanyaan, kapan sholatnya ya? Sudah boleh puasa atau belum ya?

Saudariku muslimah yang dimuliakan Allah.

Alhamdulillah jalan keluarnya sangat mudah dipahami. Kata kuncinya “pegang angka 15”.

Maksudnya begini, para ulama memberi batasan tentang hari haid maksimal adalah 15 hari. Artinya, bila darah masih keluar melebihi siklus haid biasanya, selamakurang dari 15 hari, maka belum boleh salat, belum boleh puasa, dan juga tawaf. Namun bila sudah lebih dari 15 hari, maka darah yang keluar dihukumi sebagai darah istihadah. Sehingga sudah wajib sholat dan puasa (jika berada di bulan ramadhan). 

Keterangan di atas sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz Rahimahullah di dalam situs resmi beliau https://binbaz.org.sa,

وأكثر مدة الحيض خمسة عشر يوما عند جمهور أهل العلم، فإذا استمر معك الحيض إلى خمسة عشر يوم فهذا حيض، فإن زاد على ذلك صار استحاضة،

“Waktu maksimal terjadi haid adalah 15 hari menurut mayoritas ulama (jumhur). Jika haid berlangsung sampai hari ke 15, maka darah yang keluar dihukumi haid. Namun jika lebih dari itu, maka darah yang keluar dihukumi sebagai darah istihadah.”

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz melanjutkan penjelasan,

ويكون الدم الذي معك المستمر هذا دم استحاضة يعني دم فساد لا يمنع الصلاة ولا يمنع الصوم ولا يمنع الزوج، ولكنك تتوضئين لكل صلاة تستنجين وتتوضئين لكل صلاة

“Darah yang terus keluar melebihi 15 hari, adalah darah istihadah. Yakni darah yang rusak (karena sakit). Tidak menghalangi kewajiban salat, puasa, dan berjimak. Akan tetapi, Anda harus berwudu dan beristinja’ (membersihkan darah istihadah) setiap kali salat wajib” 

Oh ya, wanita yang mengalami istihadhah ada penyikapan khusus dari ajaran Islam, yaitu, dia tidak boleh menggunakan 1 wudhu untuk lebih dari 1 shalat wajib yang dilakukan di waktunya normal; maksudnya bukan dijamak. Jadi setiap masuk waktu shalat wajib berikutnya dia harus berwudhu kembali. Kemudian ketentuan yang kedua, setiap masuk waktu shalat wajib berikutnya dia harus mengganti pembalut dengan yang bersih. Jika ini dilakukan, darah istihadoh yang keluar yang tentu di luar kendali, maka tidak membatalkan wudhu, alias dimaafkan.

Lanjut ya sahabat muslimah….

Nah, ketentuan yang berlaku pada wanita istihadhah di atas didasari oleh hadis dari ibunda ‘Aisyah Radhiyallah ‘anha, beliau berkata,

جائت فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنِّي اِمْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ اَلصَّلَاةَ؟

“Fathimah binti Abu Hubaisy datang menemui Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam kemudian berkata,

‘Ya Rasulullah, sungguh aku ini perempuan yang selalu keluar darah (istihadah) dan tidak pernah suci. Bolehkah aku meninggalkan shalat?’”

Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- menjawab,

لَا إِنَّمَا ذَلِكَ عِرْقٌ وَلَيْسَ بِحَيْضٍ فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي اَلصَّلَاةَ وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ اَلدَّمَ ثُمَّ صَلِّي

Tidak, itu hanyalah darah penyakit, bukan darah haid. Bila haidmu datang, tinggalkanlah shalat. Dan bila haid itu berhenti, bersihkanlah dirimu dari darah itu (mandi), lalu shalatlah” (Muttafaqun ‘alaih).

Imam al-Qurtubi Rahimahullah menerangkan,

المستحاضة تصوم، وتصلِّي، وتطوف، وتقرأ، ويأتيها زوجه

Wanita yang mustahadhoh, tetap diperintahkan puasa, salat, tawaf, membaca Al-Quran (meski dengan menyentuh mushaf, pent), dan diperbolehkan melakukan hubungan intim dengan suaminya” (Al-Jami’ li Ahkam al Qur’an, 2: 86)

Demikian ya, semoga mudah dipahami.

Wallahua’lam bis showab.

Kampung Santri Sawo, Jogjakarta 20 Rabiul Tsani 1444 H

Penulis : Ahmad Anshori

Artikel RemajaIslam.Com

Posting Komentar

0 Komentar